Filsafat merupakan sebuah ilmu yang mengajarkan apa itu kebijaksanaan. Kata filsafat diambil dari bahasa Yunani yaitu Philosophia yang memiliki arti cinta kebijaksanaan. Hadirnya sebuah pertanyaan merupakan ciri yang paling umum untuk mengenal filsafat.

Dengan demikian, filsafat sering dikaitkan dengan pertanyaan; mengapa filsafat selalu dikaitkan dengan sebuah pertanyaan ? jawaban pastinya karena manusia selalu ingin mengetahui apa-apa yang ada di dunia, baik secara umum (universal), maupun secara khusus. Hal ini dikarenakan manusia memiliki bawaan sejak lahir yakni otak untuk berpikir.

Salah satu tokoh terkemuka dan memiliki ajaran yang sampai hari ini masih dilestarikan adalah Socrates. Seorang filsuf Yunani yang mengajarkan tentang mencari kebenaran akan suatu hal.

Meskipun pada dasarnya kebenaran itu relatif karena berdasarkan sudut pandang tiap orang. Namun Socrates bisa mencari kebenaran melalui pertanyaan yang selalu ia tanyakan kepada masyarakat. Sehingga Socrates dapat menyimpulkan kebenarannya sendiri melalui jawaban atas pertanyaan beberapa orang.

Socrates lahir di kota Athena pada tahun 470-399 SM. Ia berasal dari keluarga yang ayahnya seorang pemahat patung bernama Sophroniscus dan ibunya seorang bidan bernama Phaenarete (Cantika Ananda Putri, 2013). Socrates juga pernah menggantikan ayahnya sebagai pemahat patung setelah ayahnya wafat sebelum membanting setir untuk terjun ke dunia filsafat.

Hidup Socrates bersamaan dengan kaum sofis, namun pemikiran Socrates tidaklah sama dengan kaum sofis itu sendiri. Socrates mempertahankan argumentasinya terkait nilai-nilai kebenaran dan kebaikan sebagai tujuan yang harus diakui dan diikuti semua orang.

Socrates memiliki kepribadian yang sabar, rendah hati, selalu menyatakan dirinya bodoh. Hal demikian merupakan contoh yang harus diteladani bagi manusia diera sekarang. Mengingat kepribadian yang dimiliki Socrates merupakan hal yang jarang dimiliki oleh kebanyakan orang.

Ajaran Socrates tidak hanya berpengaruh pada murid-muridnya, melainkan sampai memberikan pandangan baru terhadap dunia. Sayangnya Socrates ini tidak pernah menuliskan buah hasil pemikirannya. Dalam hal ini ajaranya dapat dilestarikan dan dipertahankan sampai sekarang melalui muridnya yang bernama Plato.

Socrates mengajarkan kepada manusia untuk berdialog dengan diri sendiri – merefleksikan segala perbuatan yang sudah dilalui. Selanjutnya mengajarkan untuk berdialog dengan orang lain untuk mengetahui isi pikiran orang lain tersebut, dan yang terakhir untuk berdialog dengan fenomena yang ditemukan pada kehidupan – membaca apa yang sedang dan sudah terjadi pada lingkungan sekitar.

Ada hal unik yang terdapat pada diri Socrates, yakni ketika melihat dirinya sebagai bidan kebenaran yang akan ditariknya secara logis dan sering ironis sedikit demi sedikit dari lawannya. Ia memiliki kepiawaian untuk menemukan kebenaran dengan cara berdialog seperti anak kecil yang belum tau apa-apa, serta menggali pertanyaan sampai menemukan titik tertentu yang menjelaskan tentang kebenaran sampai orang yang diajak bicara menyadari kesalahannya. Sehingga ia mengarahkan perhatiannya pada manusia sebagai objek pemikiran filsafatnya (Maksum, 2016).

Selain itu, Socrates mengemukakan tentang etika yang bahwasannya etika yang ditampilkan dalam kehidupannya untuk membangun komunikasi pada tataran sosial kemasyarakatan. Dalam artian ketika bersosial harus memiliki etika yang baik serta tidak merugikan orang lain. Hal ini memberikan dampak kepada cara pandang dalam berpolitik yang pada akhirnya akan merefleksikan kejujuranya.    

Fenomena yang dilihat Socrates pada manusia yang memiliki akal budi dan rasionalitas yang jika dikaitkan dengan kehidupan akan menjadikan  manusia bisa memiliki tanggung jawab untuk mencari kebenaran yang universal. Hal demikian menimbulkan nilai-nilai kehidupan yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Socrates memberikan pandangan bahwasannya yang memiliki pengertian sejati berarti memiliki kebajikan atau keutamaan moral dan juga memiliki kesempurnaan sebagai manusia.

Model yang diajarkan Socrates dalam membangun sebuah ide bukan dengan cara menjelaskan, melainkan dengan memberikan pertanyaan sehingga memunculkan kesalahan dalam memberikan jawaban dan memberikan pertanyaan lebih dalam lagi. Ini mengakibatkan para siswanya terlatih dalam hal mengemukakan sebuah ide dan mampu menjelaskannya serta dapat mendefinisikan konsep yang mereka maksud secara detail.

Konsep pembelajaran ini dapat diterapkan kembali kepada pendidikan yang ideal terhadap pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Karena pemahaman akan suatu hal, harusnya dari peserta didik atau mahasiswa yang sedang berada pada masa pendidikan. Dalam hal ini seorang guru juga memiliki peran penting dalam membantu proses lahirnya suatu ide atau kebenaran yang dicontohkan oleh Socrates.

Ini dapat dibawa ketika forum perdiskusian mahasiswa baik didalam kelas maupun diluar kelas, yang notabene mengembangkan suatu ide dan gagasan. Forum tersebut memberikan ruang terhadap individu agar dapat menuangkan ide serta gagasan untuk mengembangkan potensi diri serta dapat memberikan informasi terkait apa yang sedang dibahas.

Metode tersebut dikembangkan oleh Socrates untuk mencapai pada pencarian kebenaran yang universal. Hal ini dilakukan dengan cara berdialektika kepada orang-orang yang ditemui dan menjadikan kegemaran sendiri bagi Socrates. Oleh karena itu, Socrates percaya bahwasannya setiap orang yang dia temui selalu menarik untuk diajak diskusi.

Lain hal itu Socrates juga percaya bahwa memanfaatkan akal secara maksimal dapat menangkap kebenaran-kebenaran sejati. Ia juga mengungkapkan yang membuat manusia berdosa adalah kurangnya pengetahuan. Karena sebab dari kejahatan adalah ketidaktahuan.

Maka dari itu, kita sebagai manusia yang memiliki akal untuk berpikir, seyogyanya bisa meniru atau meneladani apa yang dilakukan Socrates pada masa ia hidup di Athena. Karena perkembangan pengetahuan sampai sekarang, merupakan perwujudan ide yang dikembangkan manusia itu sendiri. Dan tujuannya sudah tentu untuk memperluas pengetahuan serta mempermudah kehidupan.

 

Ro’iyal A’la Muzakki

Santri Pusat Kajian Filsafat dan Teologi