Secara umum, manusia memiliki lima indera yang penting untuk aktivitas sehari-hari, salah satunya adalah pendengaran. Setiap hari kita mendengar berbagai suara yang masuk telinga kita dan tanpa disadari diproses oleh otak.

Salah satu suara yang sering kita dengarkan adalah musik, baik didengar secara sengaja maupun tidak. Musik adalah kombinasi melodi dari berbagai instrumen yang disusun dengan cara yang sistematis, sehingga menghasilkan suara yang nyaman didengar.

Kenyamanan ini sering membuat orang terhanyut. Alhasil ia hampir melupakan esensi dari musik itu sendiri. Dalam hal ini, manusia merasakan musik agar terhibur dalam merasakan lika-liku kehidupan. Musik juga sering didengarkan ketika mendapat masalah, sebagai teman belajar, teman nongkrong diwarung kopi, teman ice breaking diwaktu acara, dan masih banyak aktifitas manusia yang ditemani oleh musik.

Dilihat dari sejarah, musik telah berkembang sejak lama. Menurut catatan sejarah perkembangan musik sudah ada jauh sebelum benua Amerika ditemukan oleh Chrisopher Colombus pada tahun 1492 (Yuniar et al., 2022). Oleh karena itu, di dalam dunia musik ada hari khusus untuk memperingati musik yakni setiap tanggal 21 Juni

Penjelasan ini akhirnya menyeret kita beralih ke benua eropa yang digadang-gadang telah mengembangkan musik jauh sebelumnya. Penjelasan tentang eropa ini menyangkut beberapa wilayah yakni Italia, Jerman, Prancis, Australia, dan Inggris (Supriyadi, 2019).

Belakangan ini, ada sesuatu yang menarik perhatian di dunia musik, yaitu tentang genre musik komedi atau yang dikenal dengan komedi musikal.

Genre ini menyajikan unsur komedi atau humor dalam musiknya seperti rock, pop, jazz, dan lain-lain. Meski bukan genre baru, musik komedi mulai muncul kembali di berbagai media sosial akhir-akhir ini.

Musik komedi merupakan serapan dari sebuah pertunjukan seperti opera ringan yang berevolusi dan menyisihkan ke bentuk musik sendiri. Sejarah mencatat musik komedi sudah ada sejak abad pertama di Yunani dan Roma kuno hingga Abad Pertengahan (Yuniar et al., 2022).

Di samping itu, komposer telah mengembangkan berbagai teknik untuk menciptakan efek komedi dalam musik, seperti penggunaan lirik lucu, parodi, dan penggabungan elemen-elemen unik–tidak umum.

Ini menunjukkan betapa kreatifnya para musisi yang berani menyisipkan humor ke dalam karya mereka dengan berbagai metode. Hasilnya, musik komedi menciptakan beberapa subkategori, termasuk parodi musik, lagu-lagu humor, komedi rock, dan komedi hip-hop.

Kombinasi komedi dan musik tentu memiliki hubungan tersendiri yang menciptakan keselarasan di antara keduanya. Komedi adalah seni yang berhubungan dengan situasi-situasi lucu atau menggelikan, sementara musik adalah seni yang melibatkan ritme, melodi, dan harmoni suara.

Unsur seni inilah yang memungkinkan komedi dan musik saling terkait. Namun, menurut penulis, ada satu aspek lagi yang relevan dalam hal ini, yaitu aspek emosional.

Selain itu, tujuan komedi dan musik sendiri sama-sama ingin memunculkan atau membangkitkan reaksi emosional dari seseorang yang nantinya sebagai respon atas apa yang tengah dirasakannya (Walton, 1993).

Tanpa kita sadari bahwa musik sendiri mempunyai suatu keunikan istimewa yang mana manusia menciptakannya sebagai salah satu bentuk penyampaian emosi dan mengatur emosi (Johansson, 2006).

Dari reaksi emosional terkadang juga muncul reaksi psikologis, karena kedua hal tersebut saling berkaitan satu sama lain. Sudut pandang dari psikologi sudah banyak yang membuktikan adanya fungsi dari musik itu sendiri.

Berbagai penelitian dan teori akhirnya terkerucut menjadi empat dimensi yakni: fungsi sosial, fungsi emosional, fungsi kognitif, fungsi yang berhubungan dengan gairah (Schafer et al., 2013).

Dalam salah satu penelitian empat dimensi ini diselaraskan kembali sehingga menghasilkan tiga dimensi saja antara lain: fungsi kognitif (kesadaran diri), fungsi sosial/budaya (keterhubungan sosial), fungsi gairah (regulasi gairah dan suasana hati), (Schafer et al., 2013).

Ketiga aspek ini memiliki berbagai fungsi, seperti mencerahkan suasana hati, mengekspresikan perasaan, membantu memahami pikiran dan emosi, serta membuat seseorang merasa lebih gembira dan meningkatkan mood.

Namun, dalam kenyataannya, psikologi musik belum menemukan perbedaan yang signifikan antara suasana hati dan emosi yang terkait dengan musik dibandingkan dengan beberapa konsep lain. Hal ini masih menjadi topik perdebatan hingga saat ini. (Schellenberg dan kapteina, 2010).

Nada Bilhaqi

Santri Pusat Kajian Filsafat dan Teologi