Seiring berjalannya kehidupan dari masa ke masa perkembangan pengetahuan
juga lebih luas dan manusia bisa mewujudkan apa yang dipikirkan. Terlebih dari
itu, manusia juga mempunyai ekspetasi masa depan yang beragam tentang
kehidupannya.
Kita bisa sering mendengar candaan dan pembicaraan mengenai masa
depan yang biasanya muncul dengan pertanyaan "habis ini mau kemana? apa
yang akan kamu lakukan setelah ini?” dan lain sebagainya.
Secara faktual, apa yang dipikirkan terkait masa depan cenderung
masih mengambang ketika tidak mengambil tindakan dan persiapan. Bahkan
kebanyakan mengalami overthinking untuk masa depannya.
Lain daripada hal itu, ada juga beberapa orang yang memikirkan masa
depannya lewat ramalan. Ramalan sendiri adalah usaha untuk memperoleh
pengetahuan atas pertanyaan atau situasi melalui cara-cara okultisme atau
ritual tertentu (Mujib 2018). Ramalan digunakan juga untuk mengetahui masa
depan melalui cara-cara yang umumnya dipandang tidak rasional.
Orang yang melakukannya tentu tak lepas dari kepercayaan terhadap
hal-hal mistis. Orang yang demikian akan mendatangi peramal atau dukun dengan
tujuan mengetahui apa yang akan terjadi pada hidupnya. Namun, seiring
berkembangnya pengetahuan ada beberapa jenis ramalan yang cukup bisa dipercaya
tanpa keyakinan mistis, salah satunya yakni ramalan tentang cuaca.
Akan tetapi, ramalan yang dimaksudkan di sini merujuk pada ramalan
yang dikenal dari zaman mesopotamia kuno, sekitar 3000 tahun SM (Agus 2023).
Mereka para peramal mengamati pergerakan planet dan bintang serta percaya
bahwasannya gerakan planet dan bintang mempengaruhi kehidupan di bumi.
Dalam ilmu pengetahuan, pergerakan planet dan bintang dinamai
dengan ilmu Astrologi, yakni serangkaian praktik ramalan, yang diakui sebagai pseudoscience
sejak abad ke-18, yang mengusulkan bahwa informasi tentang urusan manusia dan
peristiwa terrestrial (peristiwa yang terjadi di muka bumi) dapat dilihat
dengan mempelajari posisi nyata benda-benda langit.
Sehingga simbol-simbol yang didapatkan, akan memiliki makna
tertentu mengenai kehidupan. Baik masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Hal ini masih dipercaya oleh manusia pada era sekarang.
Penggunaan ramalan bisa beragam, ada yang menggunakan simbol tertentu
yang dianggap keramat dan ada yang menggunakan tanda alam.
Berabad kemudian, dunia ramal-meramal semakin popular ditengah
kehidupan masyarakat yang secara faktual telah maju. Bahkan di tiap pagi ada
kalanya seseorang melihat ramalan nasibnya di hari itu. Namun ramal meramal
diera modern ini masih menggunakan prinsip ramal zaman dahulu seperti ilmu
bintang atau yang biasa disebut ramalan ala zodiak.
Ada hal yang cukup menarik apabila kita berpikir tentang keinginan
manusia untuk mengetahui masa depan. Yakni, seorang filsuf Albert Camus yang
mendeskripsikan tentang kehidupan manusia serta absurditas. Hal ini Karena
ramalan masuk pada kriteria belum jelas terjadi atau tidaknya. Menurut Albert
Camus absurditas adalah hasil dari "konfrontasi antara kebutuhan
manusia dan keheningan dunia yang tidak masuk akal" (Foley 2008).
Keberadaan manusia itu absurd karena kontingensinya (Kemungkinan darurat yang tidak pasti) menemukan
pembenaran eksternal. Absurd tercipta karena manusia, yang ditempatkan di
alam semesta yang tidak cerdas, menyadari bahwa nilai-nilai kemanusiaan tidak
didasarkan pada komponen eksternal yang solid.
Camus juga berpandangan bahwasannya hidup di dunia tidak memiliki
makna hakiki. Tapi kita bisa memberinya semacam makna dengan menerima ilusi,
dan pikiran manusia ketika mempercayai ramalan akan dipenuhi oleh ilusi.
Manusia perlu melakukan konfrontasi yang jujur terhadap apa yang
dilaluinya dalam kehidupannya. Sehingga ramalan terkait kehidupan, tidak lagi
menjadi hantu yang ada didalam pikirannya.
Dalam buku The Myth of Sisyphus maupun karya filosofisnya yang
lain, The Rebel, Camus mencatat bahwasannya secara sistematis skeptis terhadap
kesimpulan tentang makna hidup, namun kedua karya tersebut menegaskan jawaban
yang valid secara obyektif terhadap pertanyaan-pertanyaan kunci tentang
bagaimana hidup.
Camus mengambil posisi skeptis bahwa dunia alami, alam semesta, dan
usaha manusia tetap bungkam tentang tujuan tersebut. Karena keberadaan itu
sendiri tidak memiliki makna, kita harus belajar menanggung kekosongan yang
tidak dapat diselesaikan sambil menerima bahwa manusia pasti berusaha memahami
tujuan hidup.
Maka dari itu, jadikan ramalan sebagai semangat untuk menjalani
kehidupan meskipun bersifat absurd. Dan jangan serta merta mempercayai ramalan
yang ada.
Manusia boleh melihat ramalan terkait hidupnya. Namun harus ingat,
kejadian yang faktual akan dirasakan seiring berjalannya waktu dan atas izin
Tuhan.
Ro’iyal A’la Muzakki
Santri Pusat Kajian Filsafat dan Teologi