Marcus Aurelius (121-180 M) merupakan seorang filsuf Stoik
sekaligus kaisar Romawi yang berkuasa dari tahun 161 hingga 180 M, lahir di Roma. Marcus
Aurelius mendapatkan pendidikan terbaik dalam filsafat, retorika, dan hukum.
Dia menjadi murid Epictetus dan kemudian dikenal sebagai salah satu tokoh utama
dalam ajaran Stoik.
Sebagai kaisar, ia dikenal sebagai pemimpin yang adil dan
bijaksana, meskipun dihadapkan pada banyak tantangan seperti peperangan dan
wabah penyakit. Marcus Aurelius menulis "Meditations", sebuah
kumpulan refleksi pribadinya tentang kehidupan dan kepemimpinan. Tulisannya itu
dianggap sebagai salah satu karya besar dalam Filsafat Stoik dan tetap relevan
hingga saat ini.
Dalam Filsafat Stoikisme, ia mengajarkan
tentang ketenangan batin, kendali diri, dan kebajikan sebagai jalan menuju
kebahagiaan dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendekatan sebagai
seorang kaisar. Gagasan tersebut termuat dalam karyanya yang bejudul “Meditation”
yang mencurahkan pemikirannya dan mencerminkan prinsip-prinsip stoik tentang
kehidupan, tanggung jawab, dan kepemimpinan.
Bagi Marcus, kepemimpinan adalah tentang melayani publik dan
mempraktikkan kebajikan moral. Ia meyakini bahwa seorang pemimpin harus
dilengkapi dengan kebijaksanaan, keberanian, keadilan, dan kendali diri.
Dalam karyanya yang berjudul Meditation
yang berbunyi "Dari Maximus, aku belajar bagaimana caranya mengelola
diriku sendiri, dan untuk tidak tergoyahkan oleh hal remeh apapun; serta untuk
terus penuh semangat dalam berbagai situasi; termasuk juga saat menderita
sakit; dan untuk membangun karakter moral yang seimbang, bersikap lembut namun
tetap bermartabat, serta untuk melakukan apapun yang ditugaskan kepadaku tanpa
berkeluh kesah."
Sebagai pemimpin dan politikus, ia sering
dihadapkan dengan berbagai tantangan, seperti ancaman luar yang terjadi pada
invasi suku barbar dan masalah internalnya seperti wabah penyakit dan
kebobrokan administratif. Selain itu, kepemimpinan Marcus juga diwarnai dengan
berbagai tantangan, salah satu-nya ketika dihadapkan oleh perang Marcomanni yang
mengalami konflik militer dengan suku barbar diperbatasan Romawi
Di lain sisi, Marcus juga dihadapkan oleh
wabah Antonine yang menghantam jutaan orang dan merusak kekuatan ekonomi serta
militer Romawi. Namun hal tersebut, tidak menjadi alasan bagi Marcus untuk
tetap menunjukkan ketangguhan dan kesabaran-nya dalam menghadapi kekrisis-an
yang terjadi. Ia tetap memberikan semangat untuk mendistribusikan bantuan dan
memberikan perhatian kepada rakyat-nya dalam melalui masa-masa sulit tersebut
Dalam ranah politik, Marcus Aurelius berusaha menerapkan
prinsip-prinsip keadilan dan kebajikan yang diajarkan oleh Stoikisme. Ia
berupaya memperbaiki sistem hukum dan pemerintahan dengan mengurangi korupsi
dan meningkatkan efisiensi administratif. Marcus meyakini bahwa seorang
pemimpin harus adil dan tidak memihak, serta harus bertindak demi kebaikan
bersama.
Sebagai contoh, Marcus mendorong meritokrasi dalam pemerintahan
dengan memilih pejabat berdasarkan kemampuan dan integritas, bukan atas dasar
kekayaan atau hubungan politik. Ia juga memberikan perhatian besar pada
pendidikan dan filsafat, karena ia percaya bahwa pemahaman dan pengetahuan adalah
kunci untuk pemerintahan yang baik.
Warisan kepemimpinan Marcus Aurelius sebagai seorang kaisar Romawi
dan filsuf terus dihargai hingga kini. Ia memberikan pandangan terkait pemahaman seorang pemimpin dalam menggabungkan kebijaksanaan filosofi dengan tindakan nyata untuk
mengatasi berbagai tantangan. Pandangan Marcus tentang kebajikan, pelayanan publik,
dan integritas tetap relevan dalam konteks kepemimpinan modern.
Dalam buku “Meditations” karya Marcus
Aurelius merupakan salah satu teks filsafat yang sangat berpengaruh dan tetap
banyak dibaca hingga sekarang. Karya ini tidak hanya memberikan gambaran
tentang pemikiran pribadi Marcus, tetapi juga menyediakan panduan moral bagi
siapa saja yang ingin menjadi pemimpin yang bijaksana dan adil.
Tentunya aliran stoik berperan cukup signifikan
dalam dirinya. Hal ini berdampak pada filosofi stoik miliknya yang tak hanya
terletak pada perkembangan filosofis dan hukum, tetapi juga pada pengembangan
karakter individu
Kepemimpinan Marcus Aurelius juga menunjukkan pentingnya
ketangguhan mental dan emosional dalam menghadapi krisis. Di dunia yang sering
penuh dengan ketidakpastian dan tantangan, sikap Stoik yang ditunjukkan oleh
Marcus dapat menjadi pedoman yang sangat berharga.
Salah satu ajaran stoik miliknya yakni tentang
hidup selaras dengan alam (in accordance with nature). Hidup yang
selaras dengan alam bukan berkonotasi purba, melainkan pada fitrah manusia
sebagai makhluk yang bernalar
Sehingga dengan nalar yang optimal, manusia
mampu menjadi sosok yang bijak. Setidaknya ia mampu dengan baik menjalani
seluk-beluk kehidupan, meskipun penuh dengan adanya tantangan di setiap
aktivitasnya.
Sholahuddin al-Ayyubi
Santri Pusat Kajian Filsafat dan Teologi