Beberapa
tahun terakhir, media online sedang
ramai memperbincangkan mengenai generasi yang lahir di rentang tahun antara
1996 hingga 2010 yakni yang sering disebut dengan Gen Z. Dalam ilmu teori
generasi terdapat suatu pembagian rentang umur manusia berdasarkan
karakteristik dalam rentang tahun tertentu. Penentuan ini didasarkan pada
kejadian historis yang cukup mempengaruhi suatu generasi sehingga mereka
memiliki ciri khas tersendiri dalam berpikir atau memandang dunia.
Spesifik tentang Gen Z yang kita bahas
kali ini, terdapat beberapa narasi yang beredar di internet. Narasi yang cukup
tenar berasal dari penelitian oleh Mckinsey. Pembahasan di website tersebut
mengarah pada Gen Z sebagai Digital Native yang berarti penduduk asli
digital.
Dalam Website tersebut dijelaskan bahwa
Generasi ini lebih sering terpapar suatu informasi buruk dari internet. Hal
tersebut yang kemudian menyebabkan Gen Z menjadi generasi yang memiliki
pandangan buruk terhadap dunia. Banyak dari mereka yang khawatir terhadap buruknya
kondisi ekonomi global dan juga kondisi iklim.
Kemudian terdapat artikel menarik lainnya
yang mengulas tentang topik ini. Penulis artikel berangkat dari kerangka teori
yang telah dibukukan oleh Rhenald Kasali dengan judul Strawberry Generation.
Rhenald kasali sendiri adalah seorang praktisi bisnis dan seorang dosen di
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Didalam buku tersebut dijelaskan tentang
bagaimana cara agar seorang pemuda memiliki mental tangguh. Penyebutan
strawberry sendiri dilekatkan karena karakteristik buah Strawberry itu sendiri
yang terlihat indah tetapi rapuh bila ditekan atau diinjak. Hal ini berkaitan
dengan lemahnya mental generasi ini dalam menghadapi segala kondisi tidak
nyaman.
Kembali membahas Penelitian, terdapat
satu fokus yang cukup memberikan beberapa alasan mengapa generasi ini disebut
dengan generasi yang rapuh. Menurut artikel tersebut munculnya generasi
Strawberry dikarenakan pola asuh orang tua yang cenderung overprotective dan
otoriter dalam mendidik anak.
Data yang digunakan berasal dari
wawancara yang dilakukan terhadap beberapa pemuda dengan rentang umur 19-26. Hasil
data wawancara menunjukkan beberapa pemuda tersebut mengeluh perihal larangan-larangan
yang kerap kali diucapkan oleh orang tua mereka tanpa alasan logis dan sesuai
dengan pola pikir anak. (Fauzi
danTarigan, 2023).
Narasi Lainnya
Ada juga beberapa kanal Youtube pribadi
yang membahas topik serupa. Seperti Raymond Chin yang membahas Gen Z melalui
perspektif dunia kerja. Menurutnya generasi ini adalah generasi yang memiliki
mental “tempe”.
Hal tersebut karena beberapa pemuda dari
generasi ini yang sering berpindah-pindah tempat pekerjaan. Ia juga menyebutkan
bahwa Gen Z dianggap sebagai generasi yang sering menghabiskan uang untuk
pengembangan pribadi saja, mereka tidak ada keinginan untuk mempersiapkan hidup
jangka panjang.
Menurutnya penyebab manja nya Gen Z
berasal dari kebebasan yang tak memiliki arah jelas. Kebebasan tersebut cenderung
menyebabkan sulitnya generasi ini bersatu. Ini juga menjadi penyebab banyaknya
pemuda Gen Z yang sering berpindah-pindah tempat pekerjaan.
Tidak kalah menarik kanal Youtube Dr.
Indrawan Nugroho yang membahasnya dari sudut pandang dosen bahasa Inggris
Universitas Negeri Semarang. Menurutnya ketika Ia sedang mengajar, generasi ini
lebih ingin mendapatkan sesuatu yang unik serta dapat mempengaruhi ketertarikan
individu. Jika dalam suatu topik pembelajaran tidak diberikan gambaran tentang “apa
pentingnya mempelajari suatu mata pelajaran atau mata kuliah” Gen Z akan mem-blok
seorang dosen sehingga dosen dianggap tidak penting dalam hidupnya.
Selain itu, Najwa Shihab dalam kanal Youtube
nya dengan acara yang bertajuk Mata Najwa juga sempat membahas tentang Generation
Gap yang lebih fokus pada perbedaan apa yang mencolok dari antar generasi. Pembahasan
tersebut mengalir dimulai dari pembahasan tentang bagaimana masing-masing
generasi dalam mengalami asmara anak muda, lalu berlanjut tentang pekerjaan,
kemudian tentang bagaimana menghadapi atasan, bagaimana cara masing-masing
generasi untuk ber-etika di ruang publik.
Uniknya, dalam acara tersebut Gen Z
dianggap sebagai Generasi yang Nyolot atau bisa dikatakan ‘Sok-Sok an’.
Tidak hanya itu, Generasi Baby Boomer –generasi yang lahir di tahun 1940
hingga 1960 disebut demikian karena banyaknya angka kelahiran- dianggap sebagai
generasi yang kolot. Diantara dua generasi tersebut terdapat Millenial
-lahir antara 1980 hingga 1995 disebut demikian karena lahir diakhir milenium-
dan Gen X –lahir 1960 hingga 1980 an- yang keduanya cenderung pada menghubungkan
antara generasi Baby Boomer dan Gen Z.
Terlepas dari narasi-narasi yang beredar,
Kita semua tahu memang Gen Z lahir dan tumbuh besar di era internet sedang
berkembang. Selain itu, kebiasaan Gen Z yang selalu menggunakan internet
sebagai sumber berbagai informasi juga cukup menjelaskan bahwa merekalah
penduduk asli digital.
Pola-pola adaptasi yang begitu cepat
dilakukan oleh generasi ini juga cukup menjelaskan siapakah ‘penguasa’ internet
diantara generasi lainnya, meskipun tidak dipungkiri Generasi Alpha -yang
merupakan generasi setelah Gen Z- akan lebih lihai lagi dalam menyelami
teknologi.
Akan tetapi, mengapa pembahasan mengenai
suatu generasi selalu mengarah pada mereka yang telah menginjak masa remaja
hingga remaja akhir/dewasa awal?
Tentu pertanyaan tersebut akan terjawab dengan mudah saja yakni “mereka
adalah generasi yang akan meneruskan generasi sebelumnya” atau mungkin
dengan narasi “kalian para generasi muda adalah pembawa estafet generasi tua
yang telah membangun atau mempertahankan negeri ini” Jawaban ini mungkin terdengar seperti ‘lagu
lama’ di telinga kaum muda yang disebut Gen Z . Walaupun mungkin masih banyak para kaum
muda yang tetap mempertahankan kepedulian terhadap narasi tersebut.
Akan tetapi, dalam tulisan kali ini kita tidak akan menyelami
topik-topik yang telah berlalu tersebut. Secara mendasar mari kita sedikit
menyelami mengapa terdapat pengelompokkan generasi dan apa tujuan dari
pengelompokkan tersebut. Di sisi lain apakah wacana-wacana tentang Gen Z yang
ada di media sosial sesuai dengan realitas di sekitar kita? Mengapa ketika kita
membaca tentang Gen Z di sosial media selalu mengarah pada kaum-kaum muda bermental
tempe, rapuh, bahkan ‘kurang wibawa’.
Tujuan perbedaan generasi
Pada dasarnya teori perbedaan generasi dirumuskan oleh para teoretikus Sosiologi sepertihalnya Karl Mannheim. Mannheim
mengatakan bahwa perbedaan generasi dapat dikelompokkan berdasarkan rentang
waktu lahir dan kejadian historis yang melingkupinya (Putra, 2016).
Maksudnya suatu generasi dapat ditandai pengelompokkannya
berdasarkan kejadian sejarah dan rentang waktu kelahiran untuk melihat suatu
karakteristik yang dominan atau cenderung sama di generasi tersebut. Selain
itu, teori perbedaan generasi juga ditujukan untuk melihat pola kondisi sosial
yang dibentuk oleh suatu generasi. Karena suatu generasi akan membentuk suatu
sejarah dan sejarah membentuk suatu generasi (Putra, 2016).
Teori tentang perbedaan generasi sendiri juga telah mengalami
perdebatan panjang. Perdebatan ini menyangkut tentang bagaimana cara sosiolog
merumuskan teori pengelompokkan generasi tersebut agar dapat diterima di
berbagai wilayah. Sederhananya suatu teori bisa diterapkan di berbagai tempat.
Muncullah penyederhanaan teori generasi yang digagas oleh Howe dan Strauss
menjadi teori yang memiliki 3 aspek saja. Pertama persepsi Individu yang
selaras, kedua kepercayaan dan sikap yang umum digunakan, dan ketiga kejadian
bersejarah di suatu daerah secara umum (Putra, 2016).
Melihat teori-teori yang dilahirkan oleh para sosiolog tersebut,
kemudian melihat ketentuan tentang sejarah yang mempengaruhi, apakah tidak ada
perbedaan yang signifikan tentang Gen Z yang ada di satu tempat dan tempat
lainnya. Lagipula, Howe dan Strauss yang mengelompokkan karakteristik suatu
generasi adalah seorang sejarawan yang penelitiannya berfokus di Amerika (Van
Twist dan Newcombe, 2021). Meskipun beberapa faktor kesejarahan yang terjadi di
global berdampak secara domino di setiap negara.
Apakah Gen Z di setiap daerah tidak memiliki karakteristik
tersendiri? Mengingat persebaran teknologi yang berjalan sedikit lambat ke
setiap daerah, lalu perbedaan kondisi sosial perkotaan dan pedesaan yang seharusnya
juga turut berpengaruh pada Gen Z di setiap daerah, tentu karakteristik Gen Z
juga berbeda. Terdapat kemungkinan juga bahwa perbedaan pengelompokkan pada
rentang tahun pun akan berbeda. Dari sini mungkinkah generasi millennial
perkotaan merupakan Gen Z yang ada di daerah lain. Atau bahkan wacana-wacana Gen
Z yang ada di media sosial sama sekali berbeda dengan realitas di sekitar kita.
Teori pengelompokkan generasi tersebut memiliki fungsi dasar
tersendiri, bukan hanya untuk melihat karakteristik semata. Pengelompokkan ini
digunakan untuk melihat pola pergerakan suatu bangsa dalam jangka waktu
tertentu. Howe dan Strauss setelah meneliti perbedaan generasi ia kemudian
merangkum hasil penelitian tersebut dalam bukunya tentang sejarah generasi yang berulang
di Amerika. Walaupun buku tersebut juga menuai kritik yang tak sedikit, tetapi
setidaknya penggunaan teori tersebut dapat membantu dalam menyikapi suatu
generasi bukan dengan tujuan stigmatisasi tetapi untuk merespon dengan bijak.